BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keadaan rakyat di pedesaan pada umumnya
memiliki banyak keterbatasan, baik dari segi sumber daya manusia, ekonomi,
maupun kondisi alam dan lingkungan. Hal ini dapat disebabkan rendahnya
tingkat perolehan pendidikan serta minimnya sumber informasi.
Komoditas padi memiliki arti strategis
yang mendapat prioritas dalam pembangunan pertanian dan sebagai sumber makanan
utama sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di pedesaan maupun di
perkotaan. Konsumsi beras perkapita penduduk Indonesia tahun 2005 mencapai 139
kg pertahun perorang, untuk memenuhi kebutuhan beras tersebut Indonesia harus
mengimpor sebanyak 24.929 ton beras (Anonimus 2004).
Padi merupakan
tulang punggung ekonomi di pedesaan yang diusahakan
oleh lebih dari 18 juta petani, menyumbang hampir 70% terhadap Produk Domestik
Bruto tanaman pangan, memberikan kesempatan kerja dan pendapatan bagi lebih
dari 21 juta rumah tangga dengan sumbangan pendapatan sekitar 25-35% (Anonimus
2006).
Laju peningkatan produktivitas padi sawah secara nasional
dalam beberapa tahun terakhir cenderung melandai. Bahkan di beberapa lokasi produktifitasnya cenderung turun
disertai merosotnya kualitas hasil (Sumarno 1997).
Salah satu cara untuk dapat mengoptimalkan
sumber daya lahan bagi tanaman padi adalah dengan mempelajari secara obyektif
hubungan antara produksi padi di suatu wilayah dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, sehingga dapat diketahui faktor yang paling berpengaruh
terhadap produksi padi.
Dalam lingkup yang lebih sempit permasalahan yang dihadapi saat
ini budidaya padi sawah khususnya di Desa
Lambada Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar, juga mengalami penurunan
produktivitas. Hal ini terjadi di mungkinkan oleh adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi peningkatan produktivitas lahan sawah, di antaranya yaitu
ketidakterpaduan pengelolaan lahan dan kurangnya kesadaran terhadap upaya pelestarian
lahan dan lingkungan, dan eksploitasi lahan sawah secara intensif dan terus
menerus telah berlangsung selama bertahun-tahun sehingga berdampak terhadap
penurunan tingkat kesuburan dan sifat fisik tanah.
Pelandaian
produktivitas padi terjadi karena kurangnya ketersediaan teknologi spesifik
lokasi dan tingkat adopsi teknologi anjuran yang masih relatif rendah. Penerapan
teknologi di tingkat petani umumnya dari tahun ke tahun tidak berbeda, sehingga
banyak komponen teknologi budidaya padi sawah perlu diperbaiki (Muljady 2005).
Faktor lain yang mempengaruhi dalam budidaya padi sawah adalah faktor fisik yaitu iklim dimana terjadi perubahan
cuaca yang mengalami perubahan yang cukup dinamis. Salah satu
kondisi yang dirasakan adalah semakin meningkatnya suhu udara dan tidak
seimbangnya jumlah air di musim kemarau dan musim hujan. Masyarakat mengalami kekurangan
air di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan. Suhu yang makin tinggi
berpengaruh pada peningkatan evaporasi dan evapotranspirasi pada akhirnya
menipisnya ketersediaan air.
Sementara itu,
petani tidak cukup mampu beradaptasi terhadap perubahan cuaca yang ditandai
dengan tidak berubahnya pola penggunaan air pada padi sawah yang makin terbatas
jumlahnya. Kebiasaan petani menggenangi sawahnya
terus menerus dari sejak bibit padi ditanam sampai
tanaman mendekati waktu panen, baik pada pertanaman musim hujan maupun musim
kemarau. Cara seperti ini menunjukkan bahwa penggunaan air irigasi tidak
efisien (boros), sehingga kebutuhan air padi sawah mulai penanaman
sampai panen antara 800 sampai 1200 mm, dengan konsumsi 6 sampai 10 mm per hari
( Kung dalam De Datta, 1981).
Kebiasaan petani
belum menggunakan benih berlabel, benih yang ditanam berasal dari hasil panen
ke panen berikutnya dan petani jarang sekali melakukan pergiliran varietas pada
padi sawah. Varietas tertentu apabila memiliki produksi yang tinggi dan tahan
terhadap hama khususnya hama wereng seterusnya dipakai oleh petani. Penggunaan
varietas secara terus menerus akan menurunkan produktivitas dan ketahanan padi
tersebut. Misalnya penggunaan varietas padi IR 64 selama ini diakui tahan
terhadap wereng. Tercatat varietas ini selama dua puluh tahun ditanam oleh
petani. Akibatnya, IR 64 rentan terhadap Wereng Batang Coklat (WBC) (Anonimus
2005).
Kebiasaan
petani menanam padi dengan sistem tegel, jarak tanam yang
rapat dan tidak beraturan sehingga berpengaruh terhadap jumlah anakan perumpun
dan produksi gabah per hektar. Jarak tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
karena berhubungan dengan persaingan sistem perakaran tanaman dalam konteks pemanfaatan
pupuk (Hale 1987).
Untuk memecahkan masalah tersebut, perlu
adanya perbaikan teknologi dalam budidaya padi sawah di tingkat petani untuk
meningkatkan produktivitas padi yang efisien dalam penggunaan air antara lain
dengan sistem pengelolaan air, pemakaian benih unggul spesifik lokasi dan
sistem pengaturan jarak tanam.
1.2 Rumusan Masalah
·
Faktor apa saja yang mempengaruhi
tingkat produktivitas lahan sawah (padi) di Desa Lambada Kecamatan Ingin Jaya
Kabupaten Aceh Besar?
1.3
Tujuan Penelitian
Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produktivitas lahan sawah di
Desa Lambada Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Menambah dan memperluas pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa tentang tanaman padi dan masalah pertanian.
2.
Memberi informasi kepada
para petani mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produktifitas lahan sawah
mereka, dengan demikian mereka dapat melakukan suatu upaya untuk mengoptimalkan
lahan sawahnya dengan benar.
BAB
II
LANDASAN
TEORITIS
2.1 Pengertian Lahan
Lahan merupakan daerah dari permukaan
bumi yang dicirikan oleh adanya suatu susunan sifat-sifat khusus dan
proses-proses yang saling terkait dalam ruang dan waktu dalam tanah, atmosfer
dan air, bentuk lahan, vegetasi dan populasi fauna, sebagai hasil dari
aktivitas manusia atau tidak (Townshend, 1981). Kemudian Hadjowigeno (1999),
menjelaskan bahwa:
”lahan adalah lingkungan fisik yang
meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor
tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk didalamnya adalah akibat
kegiatan-kegiatan manusia, seperti reklamasi daerah pantai, penebangan hutan
dan akibat-akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi garam”.
Selanjutnya Vink (1975), mengemukakan
bahwa:
”lahan adalah
suatu konsep yang dinamis. Lahan merupakan tempat dari berbagai ekosistem
tetapi juga merupakan bagian dari ekosistem-ekosistem tersebut. Lahan juga
merupakan konsep geografis karena dalam pemanfaatannya selalu terkait dengan
ruang atau lokasi tertentu, sehingga karakteristiknya juga akan sangat berbeda
tergantung dari lokasinya”.
Dengan demikian kemampuan atau daya
dukung lahan untuk suatu penggunaan tertentu juga akan berbeda dari suatu
tempat ke tempat lainnya. Mather
(1986), menambahkan bahwa:”sumberdaya lahan mungkin dinilai dalam aspek atau
atribut yang berbeda dalam pemanfaatannya. Perbedaan dalam cara penilaian lahan
ini akan menyebabkan perbedaan dalam penggunaannya”.
2.2 Pengertian
Lahan Sawah
Lahan sawah adalah
lahan yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, dimana
padanya dilakukan penggenangan selama atau sebagian dari masa pertumbuhan padi.
Yang membedakan lahan ini dari lahan rawa adalah masa penggenangan airnya, pada
lahan sawah penggenangan tidak terjadi terus- menerus tetapi mengalami masa
pengeringan.
Ciri khas tanah sawah dengan tanah
tergenang lainnya adalah adanya lapisan oksidasi di bawah permukaan air akibat
difusi O2 setebal 0.8-1.0 cm, selanjutnya lapisan reduksi setebal
25-30 cm dan diikuti oleh lapisan tapak bajak yang kedap air. Selain itu,
selama pertumbuhan tanaman padi akan terjadi sekresi O2 oleh akar
tanaman padi yang menimbulkan kenampakan khas pada tanah sawah (Musa, 2006).
Tanah sawah merupakan suatu keadaan di
mana tanah tanah yang digunakan sebagai areal pertanaman selalu dalam kondisi
tergenang. Penggenangan yang dilakukan pada tanah sawah ini akan mengakibatkan
terjadinya beberapa perubahan sifat kimia (Agroekoteknologi, 2009).
2.3 Proses Pembentukan Tanah Sawah
Proses
pembentukan tanah sawah meliputi berbagai proses; yaitu proses yang dipengaruhi
oleh kondisi reduksi – oksidasi ( redoks yang bergantian); penambahan dan
pemindahan bahan kimia atau partikel tanah; perubahan sifat fisik, kimia, dan mikrobiologi tanah akibat irigasi(
pada tanah kering yang disawahkan) atau perbaikan drainase ( pada tanah rawa
yang disawahkan).
Secara
lebih rinci, proses tersebut meliputi: gleisasi dan eluviasi, pembentukan
karatan besi dan mangan, pembentukan warna kelabu (grayzation), pembentukan
lapisan tapak baja, pembentukan selaput (cutan), penyebaran kembali basa basa,
dan akumulasi atau dekomposisi dan perubahan bahan organik (Hardjowigeno,
2005).
Profil tanah sawah mempunyai lapisan
oksidasi dan reduksi. Pada lapisan oksidasi ion NH4+ tidak stabil
karena ion ini mudah dioksidasi menjadi NO3+. Oleh karena ion nitrat
ini sangat mobil maka ia mudah tercuci ke lapisan reduksi. Di lapisan reduksi
inilah nitrat mengalami denitrifikasi sehingga berubah menjadi gas N2.
Ion NH4+ stabil pada lapisan reduksi dan dapat dimanfaatkan oleh
akar tanaman padi. Itulah sebabnya pemupukan N berbentuk amonium selalu
dibenamkan pada lapisan reduksi (Hasibuan, 2008).
2.4 Tanaman Padi
Padi
diklasifikasikan sebagai family Gramineae (Poaceae). Berdasarkan
klasifikasi Gould (1968) padi termasuk kedalam sub family Oryzeideae,
suku Oryzeae. Spesies yang paling sering dibudidayakan di Asia adalah Oryzae
sativa.
Padi (oryza sativa) tumbuh baik di
daerah tropis maupun sub- tropis. Untuk padi sawah, ketersediaan air yang mampu
menggenangi lahan tempat penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang
terus- menerus maka tanah sawah harus memiliki kemampuan menahan air yang
tinggi, seperti tanah yang lempung. Untuk kebutuhan air tersebut, diperlukan
sumber mata air yang besar kemudian ditampung dalam bentuk waduk (danau). Dari
waduk inilah sewaktu- waktu air dapat dialirkan selama periode pertumbuhan padi
sawah (Suparyono, 1997).
Padi
sawah dibudidayakan pada kondisi tanah tergenang. Penggenangan tanah akan
mengakibatkan perubahan- perubahan sifat kimia tanah yang akan mempengaruhi
pertumbuhan tanaman padi. Perubahan- perubahan kimia tanah sawah yang terjadi
setelah penggenangan antara lain : penurunan kadar oksigen dalam tanah,
penurunan potensial redoks, perubahan pH tanah, reduksi besi (Fe) dan mangan
(Mn), peningkatan suplai dan ketersediaan nitrogen, peningkatan ketersediaan
fosfor ( Tim pusat penelitian tanah dan agroklimat, 2000).
Tanaman padi dapat tumbuh di daerah
beriklim panas yang lembab. Tanaman padi memerlukan curah hujan rata-rata 200
mm/bulan dengan distribusi selama 4 bulan, sedangkan pertahun sekitar 1500-2000
mm. Suhu yang panas merupakan temperatur yang sesuai bagi tanaman padi yaitu
pada suhu 230 C
dimana pengaruhnya adalah kehampaan pada biji. Daerah dengan ketinggian 0-1500
meter masih cocok untuk tanaman padi (AAK, 1990).
Tanah
yang baik untuk areal persawahan ialah tanah yang memberikan kondisi tumbuh
tanaman padi. Kondisi yang baik untuk perumbuhan tanaman padi sangat ditentukan
oleh beberapa faktor, yaitu posisi topografi yang berkaitan dengan kondisi
hidrologi, porositas tanah yang rendah dan tingkat kemasaman tanah yang netral,
sumber air alam, serta kanopinas modifikasi sistem alam oleh kegiatan manusia
(Hanafiah, 2005).
2.5
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi
Padi Sawah
a.
Tanah
Padi dapat diusahakan di tanah kering
dan tanah sawah. Pada tanah sawah, yang terpenting adalah tanah harus merupakan
bubur yang lumat, yaitu struktur butir yang basah dan homogen yang kuat menahan
air (Sumartono, 1974) atau disebut tanah lumpur yang subur dengan ketebalan
18-22 cm.
Padi sawah cocok ditanam di tanah
berempung yang berat dan tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah
permukaan tanah. Karena mengalami penggenangan, tanah sawah memiliki lapisan
reduksi yang tidak mengandung oksigen dan pH tanah sawah biasanya mendekati
netral. Keasaman yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman padi antara pH 4,0 – 7,0.
Pada prinsipnya tanah berkapur dengan pH 8,1-8,2 tidak merusak tanaman padi. Untuk
mendapatkan tanah sawah yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan tanah yang
khusus.
b.
Iklim
Padi dapat tumbuh baik di daerah-daerah
yang berhawa panas dan udaranya mengandung uap air. Padi dapat ditanam di
dataran rendah sampai ketinggian 1300 m di atas permukaan laut. Jika terlalu
tinggi, pertumbuhan akan lambat dan hasilnya akan rendah.
Curah hujan yang baik rata-rata 200 mm
perbulan atau lebih dengan distribusi selama 4 bulan atau sekitar 1500-2000 mm
per tahun. Padi menghendaki tempat dan lingkungan yang terbuka, terutama
intensitas sinar matahari yang cukup. Intensitas sinar matahari besar
pengaruhnya terhadap hasil gabah, terutama saat padi berbunga (45-30 hari
sebelum panen), karena 75-80% kandungan tepung dari gabah adalah hasil
fotosintesis pada masa berbunga.
Menurut Sumartono (1974), suhu juga
merupakan faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan padi.
Suhu tinggi pada fase pertumbuhan vegetatif aktif menambah jumlah anakan,
karena meningkatnya aktivitas tanaman dalam mengambil zat makanan. Sebaliknya
suhu rendah pada masa berbunga berpengaruh baik pada pertumbuhan dan hasil akan
lebih tinggi. Suhu yang tinggi pada masa ini dapat menyebabkan gabah hampa,
karena proses fotosintesis akan terganggu. Suhu yang untuk pertumbuhan tanaman
padi adalah 230C.
c.
Unsur
Hara
Beberapa unsur hara yang dibutuhkan
tanaman :Karbon (C), Hidrogen (H),Oksigen (O), Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium
(K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Belerang (S), Besi (Fe), Mangan (Mn), Boron (B),
Mo, Tembaga (Cu), Seng (Zn) dan Klor (Cl). Unsur hara tersebut tergolong unsur
hara Essensial.
Berdasarkan jumlah kebutuhannya bagi
tanaman, dikelompokkan menjadi dua,yaitu: unsur hara makro, unsur hara yang
diperlukan tanaman dalam jumlah besar dan unsur hara mikro, unsur hara yang
diperlukan tanaman dalam jumlah kecil. Unsur hara makro meliputi:N, P, K, Ca,
Mg, S. Sedangkan unsur hara mikro meliputi: Fe, Mn, B,Mo, Cu, Zn, Cl.
·
Fungsi Unsur Hara Makro (n-p-k)
Banyak para hobiis dan pencinta tanaman
hias, bertanya tentang komposisi kandungan pupuk dan prosentase kandungan N, P
dan K yang tepat untuk tanaman yang bibit, remaja atau dewasa/indukan. Berikut
ini adalah fungsi-fungsi masing-masing unsur tersebut :
1)
Nitrogen ( N )
·
Merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan
·
Merupakan bagian dari sel ( organ ) tanaman itu
sendiri
·
Berfungsi untuk sintesa asam amino dan protein dalam
tanaman
·
Merangsang pertumbuhan vegetatif ( warna hijau )
seperti daun
·
Tanaman yang kekurangan unsur N gejalanya : pertumbuhan
lambat/kerdil, daun hijau kekuningan, daun sempit, pendek dan tegak, daun-daun
tua cepat menguning dan mati.
2) Phospat ( P
)
·
Berfungsi untuk pengangkutan energi hasil metabolisme
dalam tanaman
·
Merangsang pembungaan dan pembuahan
·
Merangsang pertumbuhan akar
·
Merangsang pembentukan biji
·
Merangsang pembelahan sel tanaman dan memperbesar
jaringan sel
·
Tanaman yang kekurangan unsur P gejaalanya :
pembentukan buah/dan biji berkurang, kerdil, daun berwarna keunguan atau
kemerahan ( kurang sehat )
3) Kalium ( K )
·
Berfungsi dalam proses fotosintesa, pengangkutan hasil
asimilasi, enzim dan mineral termasuk air.
·
Meningkatkan daya tahan/kekebalan tanaman terhadap
penyakit
·
Tanaman yang kekurangan unsur K gejalanya : batang dan
daun menjadi lemas/rebah, daun berwarna hijau gelap kebiruan tidak hijau segar
dan sehat, ujung daun menguning dan kering, timbul bercak coklat pada pucuk
daun.
Unsur Hara Mikro Yang Dibutuhkan Tanaman
Unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman
dalam jumlah kecil antara lain Besi(Fe), Mangaan(Mn), Seng (Zn), Tembaga (Cu),
Molibden (Mo), Boron (B), Klor(Cl).
a.
Besi (Fe)
Besi (Fe) merupakan unsur mikro yang
diserap dalam bentuk ion feri (Fe3+) ataupun fero (Fe2+).
Fe dapat diserap dalam bentuk khelat (ikatan logam dengan bahan organik).
Mineral Fe antara lain olivin (Mg, Fe)2SiO, pirit, siderit (FeCO3),
gutit (FeOOH), magnetit (Fe3O4), hematit (Fe2O3)
dan ilmenit (FeTiO3) Besi dapat juga diserap dalam bentuk khelat,
sehingga pupuk Fe dibuat dalam bentuk khelat. Khelat Fe yang biasa digunakan
adalah Fe-EDTA, Fe-DTPA dan khelat yang lain. Fe dalam tanaman sekitar 80% yang
terdapat dalam kloroplas atau sitoplasma. Penyerapan Fe lewat daundianggap
lebih cepat dibandingkan dengan penyerapan lewat akar, terutama pada tanaman
yang mengalami defisiensi Fe. Dengan
demikian pemupukan lewat daun sering diduga lebih ekonomis dan efisien.
Fungsi Fe antara lain sebagai penyusun
klorofil, protein, enzim, dan berperanan dalam perkembangan kloroplas. Sitokrom
merupakan enzim yang mengandung Fe porfirin. Kerja katalase dan
peroksidase digambarkan secara ringkas sebagai berikut:
·
Catalase : H2O + H2O O2
+ 2H2O
·
Peroksidase : AH2 + H2O A
+ H2O
Fungsi
lain Fe ialah sebagai pelaksana pemindahan electron dalam proses metabolisme.
Proses tersebut misalnya reduksi N2, reduktase solfat, reduktase nitrat. Kekurangan
Fe menyebabakan terhambatnya pembentukan klorofil dan akhirnya juga
penyusunan protein menjadi tidak sempurna. Defisiensi Fe menyebabkan kenaikan
kaadar asam amino pada daun dan penurunan jumlah ribosom secara drastic.
Penurunan kadar pigmen dan protein dapat disebabkan oleh kekurangan Fe. Juga
akan mengakibatkan pengurangan aktivitas semua enzim.
b.
Mangaan (Mn)
Mangaan diserap dalam bentuk ion Mn++.
Seperti hara mikro lainnya, Mn dianggap dapat diserap dalam bentuk kompleks
khelat dan pemupukan Mn sering disemprotkan lewat daun. Mn dalam tanaman tidak
dapat bergerak atau beralih tempat dari logam yang satu ke organ lain yang
membutuhkan. Mangaan terdapat dalam tanah berbentuk senyawa oksida, karbonat
dan silikat dengan nama pyrolusit (MnO2), manganit (MnO(OH)),
rhodochrosit (MnCO3) dan rhodoinit (MnSiO3). Defisiensi
unsur Mn antara lain : pada tanaman berdaun lebar, interveinal chlorosis pada
daun muda mirip kekahatan Fe tapi lebih banyak menyebar sampai ke daun yang
lebih tua, pada serealia bercak-bercak warna keabu-abuan sampai kecoklatan dan
garis-garis pada bagian tengah dan pangkal daun muda, split seed pada tanaman
lupin.
c.
Seng (Zn)
Zn
diserap oleh tanaman dalam bentuk ion Zn++ dan dalam tanah alkalis
mungkin diserap dalam bentuk monovalen Zn(OH)+. Seperti unsur mikro
lain, Zn dapat diserap lewat daun. Kadr Zn dalam tanah berkisar antara 16-300
ppm, sedangkan kadar Zn dalam tanaman berkisar antara 20-70 ppm. Juga berperan
dalam biosintesis auxin, pemanjangan sel dan ruas batang.
Ketersediaan Zn menurun dengan naiknya
pH, pengapuran yang berlebihan sering menyebabkan ketersediaaan Zn menurun.
Tanah yang mempunyai pH tinggi sering menunjukkan adanya gejala defisiensi Zn,
terytama pada tanah berkapur. Adapun gejala defisiensi Zn antara lain : tanaman
kerdil, ruas-ruas batang memendek, daun mengecil dan mengumpul (resetting) dan
klorosis pada daun-daun muda dan intermedier serta adanya nekrosis.
d. Tembaga (Cu)
Senyawa ini mempunyai berat molekul
sekitar 10.000 dan masing-masing molekul mengandung satu atom Cu.unsur hara
mikro Cu berpengaruh pada klorofil, karotenoid, plastokuinon dan plastosianin.
Fungsi dan peranan Cu antara lain :
mengaktifkan enzim sitokrom-oksidase, askorbit-oksidase, asam butirat-fenolase
dan laktase. Berperan dalam metabolisme protein dan karbohidrat, berperan
terhadap perkembangan tanaman generatif, berperan terhadap fiksasi N secara
simbiotis dan penyusunan lignin.Adapun gejala defisiensi / kekurangan Cu antara
lain : pembungaan dan pembuahan terganggu, warna daun muda kuning dan kerdil,
daun-daun lemah, layu dan pucuk mongering serta batang dan tangkai daun lemah.
e. Molibden (Mo)
Molibden diserap dalam bentuk ion MoO4-.
Variasi antara titik kritik dengan toksis relatif besar. Bila tanaman terlalu
tinggi, selain toksis bagi tanaman juga berbahaya bagi hewan yang memakannya.
Hal ini agak berbeda dengan sifat hara mikro yang lain. Pada daun kapas, kadar
Mo sering sekitar 1500 ppm.
Fungsi Mo dalam tanaman adalah mengaktifkan enzim nitrogenase, nitrat reduktase dan xantine oksidase. Gejala yang timbul karena kekurangan Mo hampir menyerupai kekurangan N. Kekurangan Mo dapat menghambat pertumbuhan tanaman, daun menjadi pucat dan mati dan pembentukan bunga terlambat. Gejala defisiensi Mo dimulai dari daun tengah dan daun bawah. Daun menjadi kering kelayuan, tepi daun menggulung dan daun umumnya sempit. Bila defisiensi berat, maka lamina hanya terbentuk sedikit sehingga kelihatan tulang-tulang daun lebih dominan.
Fungsi Mo dalam tanaman adalah mengaktifkan enzim nitrogenase, nitrat reduktase dan xantine oksidase. Gejala yang timbul karena kekurangan Mo hampir menyerupai kekurangan N. Kekurangan Mo dapat menghambat pertumbuhan tanaman, daun menjadi pucat dan mati dan pembentukan bunga terlambat. Gejala defisiensi Mo dimulai dari daun tengah dan daun bawah. Daun menjadi kering kelayuan, tepi daun menggulung dan daun umumnya sempit. Bila defisiensi berat, maka lamina hanya terbentuk sedikit sehingga kelihatan tulang-tulang daun lebih dominan.
f. Boron (B)
Boron
dalam tanah terutama sebagai asam borat (H2BO3) dan
kadarnya berkisar antara 7-80 ppm. Boron yang tersedia untuk tanaman hanya
sekitar 5%dari kadar total boron dalam tanah. Boron ditransportasikan dari
larutan tanah ke akar tanaman melalui proses aliran masa dan difusi.
Selain itu, boron sering terdapat dalam
bentuk senyawa organik. Boron juga banyak terjerap dalam kisi mineral lempung
melalui proses substitusi isomorfik dengan Al3+ dan atau Si4+.
Gejala defisiensi hara mikro ini antara lain : pertumbuhan terhambat pada
jaringan meristematik (pucuk akar), mati pucuk (die back), mobilitas rendah,
buah yang sedang berkembang sngat rentan, mudah terserang penyakit.
g. Klor(Cl)
Klor
merupakan unsur yang diserap dalam bentuk ion Cl- oleh akar tanaman dan dapat
diserap pula berupa gas atau larutan oleh bagian atas tanaman, misalnya daun.
Kadar Cl dalam tanaman sekitar 2000-20.000 ppm berat tanaman kering. Kadar Cl
yang terbaik pada tanaman adalah antara 340-1200 ppm dan dianggap masih dalam
kisaran hara mikro. Klor dalam tanah tidak diikat oleh mineral, sehingga sangat
mobil dan mudah tercuci oleh air draiinase.
Sumber Cl
sering berasal dari air hujan, oleh karena itu, hara Cl kebanyakan bukan menimbulkan
defisiensi, tetapi justru menimbulkan masalah keracunan tanaman. Klor berfungsi
sebagai pemindah hara tanaman, meningkatkan osmose sel, mencegah kehilangan air
yang tidak seimbang, memperbaiki penyerapan ion.
4. Hama
Serangga
dikatakan hama apabila serangga tersebut mengurangi kualitas dan kuantitas
bahan makanan, pakan ternak, tanaman serat, hasil pertanian atau panen,
pengolahan dan dalam penggunaannya serta dapat bertindak sebagai vektor
penyakit pada tanaman, binatang dan manusia, dapat merusak tanaman hias , bunga
serta merusak bahan bangunan dan milik pribadi lainnya.
Pada tanaman padi, jenis hama yang
sering mengganggu adalah jenis hama wereng coklat (nilapervata lugens). Hama jenis ini menghisap cairan dan air dari
batang padi muda atau bulir-bulir buah muda yang lunak. Kemudian ada juga hama
wereng hijau(nephotettix apicalis),yang
mana hama ini dapat merusak kelopak-kelopak dan urat-urat daun padi dengan alat
penghisap pada moncongnya. Selain itu ada juga walang sangit dan hama lainnya
yang cukup mengganggu tanaman padi.
5. Saluran Air
Saluran air atau irigasi berfungsi untuk mengairi
lahan sawah agar di saat musim kemarau kebutuhan akan air akan tetap terpenuhi.
Sehingga tanaman padi dapat berkembang dengan baik. Apabila air berkurang maka
tanaman padi tidak dapat bertahan hidup.
6. Bibit Padi Unggul
Benih
padi adalah bahan tanaman (planting material) yang dihasilkan dari
perkembangbiakan tanaman padi secara generatif yang digunakan untuk produksi
benih atau produksi tanaman. Menurut hirarkinya benih unggul padi dibedakan
menjadi empat kelas yakni benih penjenis (breeder seeds/ BS), benih dasar
(foundation seeds/ FS), benih pokok (stock seeds /SS), serta benih sebar
(extension seeds/ ES). Benih unggul ini diproduksi oleh instansi atau badan
yang ditetapkan atau ditunjuk oleh Badan Benih Nasional dan mempunyai
sertifikat.
Benih
yang dipakai oleh petani adalah kelas benih sebar yakni merupakan keturunan
dari benih penjenis atau benih dasar atau pokok yang dipelihara sedemikian rupa
sehingga identitas dan kemurniannya terjaga serta memenuhi standar mutu yang
ditetapkan.
Benih
Penjenis adalah benih yang menjadi sumber benih dasar. Sementara itu
benih dasar adalah merupakan keturunan pertama dari benih penjenis. Benih Pokok
adalah benih keturunan dari benih penjenis atau benih dasar Jenis-jenis benih
tersebut diberi label berbeda-beda. BS dilabeli kuning, FS dilabeli putih, SS
dilabeli ungu, ES dilabeli biru. Terdapat satu lagi padi bersertifikat yakni label
merah jambu yang merupakan keturunan pertama dari ES, namun setelah tahun 2007
benih dengan label ini sudah tidak diproduksi lagi karena produktivitas yang
rendah.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi
dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah
tempat dilakukannya suatu penelitian oleh peneliti. Waktu penelitian adalah
jangka waktu yang diperlukan dalam suatu penelitian. Adapun penelitian ini
mengambil lokasi di Desa Lambada Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar yang
dilakukan mulai tanggal 15 Maret 2011 sampai dengan 14 April 2011.
3.2 Populasi
dan Sampel
Populasi adalah
keseluruhan yang menjadi objek penelitian, sedangkan sampel adalah bagian yang
dipilih atau mewakili populasi. Jadi, untuk penelitian ini populasinya adalah Penduduk
di Desa Lambada Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar, yaitu sebanyak 40KK
, sedangkan untuk sampelnya adalah di 20 titik sawah dari 20 orang penduduk
yang berprofesi sebagai petani.
3.3 Teknik
Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan
data sebagai berikut:
1.
Observasi, merupakan pengamatan yang
dilakukan secara langsung oleh peneliti bertujuan untuk menggambarkan situasi
umum keadaan lokasi penelitian.
2. Dokumentasi,
yang ditujukan
untuk memperoleh data langsung dari tempat peneliti, meliputi buku-buku yang
relevan, data dari kantor geuchik, laporan kegiatan dan data lain yang relevan.
3. Wawancara, adalah suatu cara pengumpulan data yang
digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya dan lebih mendalam
pada responden yang jumlah sedikit.
4. Angket
(kuisioner), terdiri dari beberapa item, diberikan kepada para petani di desa
Lambada yang menjadi subjek penelitian.
3.4 Teknik Analisis
Pengolahan Data
Dalam pengolahan data penelitian ini,
akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Peneliti
berusaha mengoorganisasikan sejumlah data yang telah diperoleh untuk
mempermudah proses penganalisaannya.
2. Peneliti
menghitung frekuensi persentase dengan menggunakan rumus statistik sederhana
dari sudjana (1989:345), yaitu:
P=
×100%
Keterangan:
P =
Persentase
f 1 =
frekuensi teramati
N =
jumlah responden
100% =
bilangan tetap
BAB IV
DESKRIPSI
WILAYAH PENELITIAN
A. Deskripsi
Wilayah Desa Lambada
1. Sejarah
Desa Lambada
Desa lambada merupakan sebuah desa yang
berkembang dimana desa ini menggunakan dan memanfaatkan sarana dan prasarana di
desa, tetapi masih kurangnya sumber keuangan atau dana. Masyarakat Desa Lambada
ini sebagian besar sudah berpendidikan dan memiliki pekerjaan sebagai petani
dan pegawai negeri.
2. Letak
dan luas Desa Lambada
Desa Lambada merupakan desa yang berada
di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Secara geografis luas desa
Lambada adalah 18,6 Ha. Desa Lambada berbatasan dengan beberapa desa lainnya
yaitu:
1)
Sebelah
utara berbatasan dengan Desa Lamcot
2)
Sebelah
selatan berbatasan dengan Desa Paleuh Pulo
3)
Sebelah
timur berbatasan dengan Pasar Seunelop
4) Sebelah barat berbatasan dengan
Desa Lamsinyeu dan Desa Paleuh Blang
3. Letak
Astronomis Desa Lamdaya
Secara astronomis Desa Lambada Kecamatan
Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar terletak di 5o29’16’’ -5o29’30’’
LU dan 95o23’06’’-95o23’20’’BT.
4. Keadaan
Alam Desa Lambada
Desa lambada berada pada wilayah dataran
rendah kaki gunung Seulawah Agam. Dimana hal ini mengakibatkan wilayah desa ini
sangat cocok untuk lahan pertanian, terutama dijadikan sebagai lahan sawah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar